Pollicarpus adalah uskup kota Smirna (sekarang daerah Izmir, Turki. Kota ini juga disebut dalam Wahyu 2:8-11). Ketika itu sedang terjadi penganiayaan besar-besaran terhadap orang kristiani. Mereka dikejar hendak dibunuh kalau tidak mau mengakui kaisar sebagai Tuhan. Pollicar pus juga ditangkap. Sebenarnya, ia punya kesempatan untuk melarikan diri, tetapi ia memilih bertahan. Kepadanya lalu diberikan pilihan: mengakui Kaisar sebagai Tuhan atau dibakar hidup-hidup? Jawab Pollicarpus, “Selama 88 tahun aku melayani Dia, tidak sekali pun Yesus mengecewakan aku. Bagaimana mungkin sekarang aku menghujat Rajaku yang telah menyelamatkan aku?” Ia akhirnya mati. Namun, ucapan Pollicarpus di ujung usianya itu menjadi sangat terkenal, dan menggambarkan seseorang yang bersedia mati demi mempertahankan kesetiaan pada imannya.
Iman, seperti juga cinta, teruji pada saat yang sulit. Semakin mahal “harga” yang harus dibayar untuk iman kita, maka semakin cemerlanglah “kilau” yang ditampakkannya. Kesaksian hidup Pollicarpus di atas menunjukkan hal itu. Sangat menggugah hati. Sejalan dengan yang dinasihatkan Petrus kepada jemaatnya yang tengah menanggung rupa-rupa pencobaan. “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu—, yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api” (ayat 7).
Apakah saat ini iman Anda tengah mengalami tantangan dan tentangan berbagai kesulitan? Jangan kecil hati. Lihatlah itu sebagai kesempatan untuk “naik kelas”. Berjalan terus dalam iman. Apabila semua itu berlalu, dan Anda keluar sebagai pemenang, sungguh alangkah indahnya, bukan?
(renuganharin.net)
Komentar
Posting Komentar